Pemberitahuan - Tutup penerbitan :


Kami tidak menerbitkan buku baru atau mencetak ulang buku lagi. Penerbit tutup.




Kamis, 18 Desember 2014

OKULTISME DI BANDOENG DOELOE - Menelusuri Jejak Gerakan Teosofi dan Freemasonry di Bandung


OKULTISME DI BANDOENG DOELOE - Menelusuri Jejak Gerakan Teosofi 
dan Freeemasonry di Bandung
M. Ryzki Wiryawan
(18 x 24) cm; 166 hlm;  Bookpaper; 2014
ISBN: 978-602-14732-9-0
Harga  Rp 70.000

Tak dinyana, Kota Bandung ternyata menyimpan jejak-jejak gerakan okultisme di masa silam. Dua gerakan utama, Teosofi dan Freemasonry berkiprah signifikan di Bandoeng doeloe. Siapa saja tokoh-tokoh kedua gerakan tersebut dan apa yang saja kiprahnya, mengejutkan! Sejumlah fakta baru seputar sejarah Kota Bandung diungkapkan.
Pendekatan blusukan ternyata sudah dilakukan seorang bupati (pribumi) anggota Freemasonry sejak doeloe. Dalam otobiografinya Sang Bupati menjelaskan bahwa ia menggunakan metode tournee atau blusukan dalam mengelola 250 desa yang berada di wilayahnya. Ia biasa berkunjung dan menginap di rumah-rumah warga untuk membaur dan menyerap aspirasi warganya.

Dengan melakukan itu ia telah menembus batas-batas feodalisme yang masih berlaku saat itu.

Ada yang berkata, “Itulah tidak sesuai dengan kedudukan seorang pegawai tinggi, dan akan memerosotkan prestise seorang pembesar!” Tidak! Pada permulaannya cara bekerjasama begitu memang dahulunya dianggap aneh oleh rakyat jelata dan kaum feudal. Sekarang, di mana telah ada Civic Mission, anggapan kolot itu telah berkurang atau lenyap. Sebaliknya, rasa persaudaraan dan saling mempercayai perlahan-lahan mulai bertambah dan berkembang.

 Tersedia pula versi digitalnya:

SKETSA TOBA - Pesona Garis Kehidupan di Tanah Batak

 
SKETSA TOBA - Pesona Garis Kehidupan di Tanah Batak
Erland Sibuea

ISBN: 978-602-14372-8-3
 
Terbitan Khusus
 
Toba adalah kawasan yang indah, gugusan gunung dan danau yang sangat luas. Danau Toba berada di sebuah kaldera yang terbentuk dari letusan gunung berapi dan gempa bumi tektonik yang terjadi ribuan tahun lampau. Kawasan Toba berada di ketinggian +900 meter dari permukaan air laut dengan panjang danau +30 km dan lebarnya +100 km sehingga menjadikan Danau Toba merupakan danau terluas yang berada di kaldera dibandingkan danau manapun di seluruh dunia. Para peneliti dunia pun memperkirakan pembentukan kaldera Toba dan danaunya terjadi dengan sangat dahsyat yang tiada taranya dan membuat dunia berubah. Demikian pun keberadaan Pulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba begitu menarik perhatian.

Berabad-abad orang-orang Batak memenuhi tanah Toba dan berkembang mengiringi perkembangan dunia di sekitarnya dan di dalam diri orang-orang Batak sendiri. Alamnya yang dikelilingi gunung-gunung dari gugusan Bukit Barisan telah turut membentuk orang-orang Batak sebagaimana yang dapat dipahami kini. Orang-orang Batak membentuk sendiri sistem keyakinan dan sistem kekerabatannya yang unik. Kampung-kampung Batak tumbuh dan dibangun di tanah Toba sebagaimana orang-orang Batak melipatganda jumlahnya. Adat istiadat orang-orang Batak berkembang dan mendasari kehidupan keseharian.  Melihat kepada peninggalan-peninggalan masa lampau, orang-orang Batak terus berkembang dan berubah sesuai pengaruh dalam diri pikiran kolektif orang-orang Batak dan juga pengaruh dari pikiran yang dibawa atau sengaja dibawa ke dalam masyarakat Batak.

Tanah dan air Danau Toba menjadi sumber penghidupan bagi orang-orang Batak dengan memberikan hasil bumi dan ikan-ikan. Air Danau Toba berasal dari sumber-sumber air dari berbagai tempat dari dataran yang lebih tinggi dan tumpahan air Danau Toba mengalir ke laut melalui sungai-sungai dan juga yang sengaja dibuat untuk mengalir dan membasahi sawah-sawah. Ternak-ternak dipelihara untuk menjadi sumber makanan dan seperti kerbau dipakai untuk membantu orang-orang Batak mengelola tanah pertanian. Masyarakat Batak menciptakan berbagai macam masakan yang khas yang dapat dinikmati hingga kini.

Sistem keyakinan, adat dan kawasan tanah Toba yang indah itu menginspirasi orang-orang Batak menciptakan benda-benda seni. Rumah Batak yang khas dibangun dan dihias dengan indah dalam ragam hias dan seni patung yang memukau. Musik orang-orang Batak begitu hebat, khas dan sangat menggugah kita akan kebesaran Sang Pencipta yang telah memberikan tanah dan air Danau Toba kepada orang-orang Batak sekaligus memberikan penghiburan bagi pendengarnya. Kain tenun ulos dan cara pengerjaannya yang digabungkan dengan ragam hiasnya juga membuktikan kepiawaian orang-orang Batak dalam menciptakan benda seni.

Kawasan Toba yang indah ini memang memukau banyak orang yang memandangnya dan telah menjadikannya menjadi tujuan wisata yang diminati wisatawan dalam negeri dan mancanegara. Fasilitas untuk wisata dibangun dan paket-paket wisata dirancang. Modernisasi orang-orang Batak membuat kawasan ini menjadi terbuka baik orang-orang Batak yang belajar dan bekerja di kota-kota dan daerah-daerah lain. Kota-kota di tanah Batak pun dibangun seiring dengan peningkatan kebutuhan wisata dan peningkatan kehidupan orang-orang Batak. Orang-orang Batak banyak juga yang pergi merantau dan memenuhi sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi di berbagai kota di Indonesia dan dunia. Kemampuan intelektual orang-orang Batak sangat baik dan menjadi pemikir-pemikir penting di Indonesia. Orang-orang Batak telah memberikan sumbangsih yang besar kepada bangsa dan negara Indonesia bahkan dunia melalui pemerintahan, angkatan bersenjata, sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi, menjadi pengusaha, seniman-seniman besar, teolog-teolog dan agamawan, kaum profesional di dunia kerja dsb.

Aku pun menjadi salah seorang yang turut pergi ke dunia rantau, jauh dari Toba. Aku merasakan sesuatu yang terputus dengan Toba. Perjalanan panjang pun kurancang untuk menyusuri Toba: melihat-memperhatikan dan membuat sketsa-sketsa, mengumpulkan lalu membukukan sketsa-sketsa dalam buku ini. Ini kulakukan untuk menyatakan semarak dan kekaguman akan Toba yang cantik dan sekaligus menantang diriku dan setiap kita untuk bertindak dan bersegera ambil bagian dalam bentuk apa pun dalam menjaga kehidupan yang lestari-bahagia orang-orang Batak di tanah Toba.

KITAB SUCI TAURAT & ZABUR - Terjemahan Bahasa Indonesia


KITAB SUCI TAURAT & Zabur - Terjemahan Bahasa Indonesia
Paguyuban Pelestari Terjemahan 1912
(11,5 x 15) cm; 1935 hlm;  2014
ISBN: 978-602-14372-7-6
Harga Rp 100.000






Pada halaman judul setiap kitab terpampang sebagian naskah Ibrani dari kitab yang bersangkutan. Naskah tersebut adalah Codex Leningrad dari koleksi Firkowitch pertama (Naskah F1/B19a) yang tersimpan di Perpustakaan Nasional St. Petersburg, Rusia. Naskah ini merupakan naskah paling lengkap dari tradisi keluarga Ben Asher, yang juga dikenal sebagai naskah yang paling akurat. Penulisannya dilakukan tahun 1008-1009 oleh Samuil ibn Yakov, yang dalam salah satu naskahnya menyebut dirinya sebagai murid dari Harun ibn Musa ibn Asher. Tulisan di bagian atas dan bawah naskah merupakan catatan-catatan yang perlu, sedangkan tulisan-tulisan di antara kolom-kolom naskah memuat petunjuk tentang bagaimana bunyinya harus dilafalkan.


Aku berkata dalam hati, “Marilah, aku hendak mengujimu dengan kesukaan. Nikmatilah kesenangan!” Tetapi sesungguhnya, itu pun kesia-siaan. 2Tentang tawa aku berkata, “Itu gila!” dan tentang kesukaan, “Apa gunanya?” 3Kucoba menyukakan tubuhku dengan anggur, dan memegang kebodohan—sementara hatiku tetap menuntunku dengan hikmat. Aku ingin melihat apa yang baik bagi bani Adam, yang patut mereka lakukan di kolong langit ini sepanjang hidup mereka yang singkat itu. 
 
4Kemudian kulakukan pekerjaan-pekerjaan besar: Kubangun bagi diriku rumah-rumah, kutanami bagi diriku kebun-kebun anggur. 5Kubuat bagi diriku kebun-kebun dan taman-taman, lalu kutanam di dalamnya segala jenis pohon buah-buahan. 6Kubuat pula bagi diriku kolam-kolam air untuk mengairi hutan tempat pohon-pohon tumbuh. 7Kubeli beberapa budak laki-laki dan perempuan, lalu ada budak-budak yang lahir di rumahku. Juga kumiliki banyak ternak berupa kawanan lembu dan kawanan kambing domba melebihi semua orang yang hidup di Yerusalem sebelum aku. 8Selain itu kukumpulkan bagi diriku perak, emas, dan harta benda dari raja-raja serta provinsi-provinsi. Kudapatkan bagi diriku para biduan dan biduanita, serta kesukaan bani Adam, yaitu banyak gundik. 9Maka aku menjadi semakin besar, lebih daripada semua orang yang hidup di Yerusalem sebelum aku. Sementara itu, hikmatku tetap ada pada-ku. 

10Apa pun yang diinginkan mataku tidak kutahan, dan aku tidak mencegah hatiku dari segala kesukaan karena hatiku bersukacita atas segala jerih lelahku. Itulah bagianku dari segala jerih lelahku.
11Lalu kupandang segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku, dan jerih lelah yang telah kuupayakan untuk mengerjakannya.  Lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menggenggam angin. Tidak ada keuntungan di bawah matahari. 
  
12Kemudian aku berpaling untuk mengamati hikmat, kegilaan, dan kebodohan. Apakah yang dapat dilakukan orang yang menggantikan raja? Hanya apa yang sudah lama dilakukan.
13Kulihat bahwa hikmat lebih berfaedah daripada kebodohan, sebagaimana terang lebih berfaedah daripada kegelapan.
14Orang bijak memiliki mata di kepalanya, sedangkan orang bodoh berjalan dalam kegelapan. Tetapi aku tahu juga bahwa nasib yang sama berlaku atas mereka semua. 

15Maka aku berkata dalam hati, “Nasib yang berlaku atas orang bodoh juga akan berlaku atasku. Kalau begitu, mengapa aku harus lebih bijak?”

Rabu, 17 Desember 2014

Album Bandoeng En Omstreken 1845 - 1910an


Album Bandoeng En Omstreken 1845 - 1910an
Sudarsono Katam
(24 x 18) cm; 252 hlm; HVS 80 gr; hardcover, 2014
ISBN: 978-602-14372-6-1
Harga: Rp 150.000

Terbitan istimewa, terbatas 1000 eks. Setiap buku bernomer seri.


Tidak bisa dipungkiri bahwa fotografi berperanan penting dalam pendokumentasian sejarah Indonesia. Sebuah foto dapat memperlihatkan suatu peristiwa, panorama, dan kondisi sosial budaya dengan akurat, sebagai bagian dari sejarah bangsa dan negara. Sebelum penemuan fotografi, dokumentasi sejarah hanya berupa transkrip tertulis dan atau gambar lukisan yang tingkat akurasinya sering kurang memadai karena terbatasnya ingatan dan kekuatan telisik mata seseorang.

Fotografi ditemukan pada tanggal 19 Agustus 1839 ketika Louis Jacquest Mande Daguerre mengumumkan hasil eksperimennya berupa cara untuk mengabadikan imaji (image) dengan bantuan lensa dan alat perekam. Perekaman imaji itu dilakukan pada lempeng tembaga dan prosesnya disebut Daguerreotype.

Pada tahun 1841, atas permintaan pemerintah Hindia Belanda, dr. Jurriaan Munnich (1817–1865) tiba di Batavia untuk melakukan pemotretan di Hindia Belanda terutama di Pulau Jawa. Jurriaan Munnich sempat membuat 64 Daguerreotype. Sayang hasil fotonya sangat mengecewakan karena tidak  mempertimbangkan aspek panas tropis dan kelembaban tinggi yang sangat mempengaruhi kualitas Daguerreotype-nya sekarang relatif tidak tersisa lagi.

Pada bulan Juni 1844 pemerintah Hindia Belanda mendatangkan seorang yang profesional di bidang Daguerreotype, yakni seorang berkebangsaan Jerman bernama Adolph Schaefer. Ia ditugaskan untuk merekam kegiatan arkeologi di Hindia Belanda terutama di Jawa Tengah. Ia juga memotret para penduduknya terutama orang-orang Belanda.

Alih-alih memenuhi tugas dari pemerintah, Adolph Schaefer lebih mementingkan bisnis pribadi dengan membuka studio foto di Batavia pada bulan Februari 1845. Perilakunya sangat mengesalkan pemerintah Hindia Belanda sehingga ia diperintahkan untuk membuat Daguerreotype pada bulan April tahun 1845. Koleksi karya Schaefer dimiliki oleh Batavian Society of Arts and Sciences di Batavia. Kemudian, ia diberangkatkan ke Jawa Tengah untuk mendokumentasikan relief pada tingkat terbawah Candi Borobudur. Hasilnya berupa 54 Daguerreotype yang terkenal hingga sekarang.

Fotografer lain yang membuka studio foto di Batavia antara lain L. Saurman (akhir Januari 1853), C. Düben (Juli 1854), dan seorang fotografer yang kurang dikenal pada bulan Desember 1854.

Antoine Françoise Lecouteux merupakan fotografer pertama di Batavia yang menawarkan foto pada kertas albumen dan kaca. Pada bulan Mei 1855–1856, Lecouteux bekerja sama dengan Isadore van Kinsbergen, seorang pelukis potret dan aktor teater kelahiran Belgia, untuk membuat foto berwarna dengan jalan mewarnai foto hasil jepretan Lecouteux. Pada bulan Juli 1857, Lecouteux melalui iklannya di harian Java Bode menyatakan diri sebagai fotografer ahli membuat foto pada kertas albumen dan kaca. Kemudian, Isadore van Kinsbergen pada tahun 1860-an–1870-an terkenal sebagai fotografer benda-benda antik budaya Jawa.

Pada tanggal 18 Mei 1857, dua orang Inggris bernama Walter Bentley Woodbury (1834–1885) dan James Page (1833–1865) tiba di Batavia dari Melbourne, Australia. Pada saat kedatangan mereka, teknik fotografi di Batavia sudah beralih dari Daguerreotype ke kertas albumen dan fungsi foto tidak lagi ditujukan untuk dokumentasi penelitian arkeologi tetapi untuk pemotretan diri.    Studio foto Woodbury & Page dibuka antara tanggal 5 Juni–15 Oktober 1857. Pada tahun 1858, kedua fotografer itu menjelajahi Pulau Jawa terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Studio foto Woodbury & Page dibuka kembali pada tanggal 8 Desember 1858–akhir Mei 1859 dengan alamat berbeda dari sebelumnya. Keduanya melakukan percobaan pencetakan foto menggunakan larutan garam kimiawi antara 2 Februari–6 Mei 1859. Hasilnya cukup baik pada beberapa jenis kertas, kebetulan karena Woodbury & Page sudah kehabisan persediaan kertas albumen.
Pada tahun 1860, Walter Bentley Woodbury dan James Page bersama Henry James Woodbury (1836–1873) kembali menjelajahi Pulau Jawa terutama Jawa Tengah. Setelah kembali pada bulan Desember 1860, terjadi perpisahan karena James Page pergi ke Inggris pada akhir tahun 1860. Pada tanggal 18 Maret 1861, Walter Bentley Woodbury membuka studio fotonya sendiri dengan nama Atelier Woodbury. Walter Bentley Woodbury pergi ke Inggris pada akhir bulan Januari 1863 dan ia meninggal di sana tanggal 5 September 1885.

Sejak 1 Januari 1863, Atelier Woodbury kembali menyandang nama Woodbury & Page  yang  dikelola  oleh James Page dan Henry James Woodbury. James Page sakit dan ia pulang ke Inggris pada tahun 1864. Ia meninggal di Inggris pada Januari 1865. Henry James Woodbury juga kembali ke Inggris pada tahun 1866 dan ia meninggal pada bulan Juli 1873.

Sebelum James Page kembali ke Inggris, Woodbury & Page dijual kepada seorang Jerman bernama Carl Kruger pada akhir Agustus 1864. Saudara ketiga Walter Bentley Woodbury, Albert Woodbury (1840–1900) membeli kembali Woodbury & Page dari Carl Kruger pada tanggal 1 Maret 1870.

Woodbury & Page dijual kembali kepada Constantine Franz Groth pada akhir tahun 1881. Albert Woodbury kembali ke Inggris dan meninggal di sana pada bulan April 1900. Sejak awal tahun 1890 popularitas studio foto Woodbury & Page mulai menurun karena banyaknya fotografer pesaing di Batavia dan perubahan pesat teknik pencetakan foto yang muncul pada tahun 1880-an pada saat itu, pencetakan foto sudah mampu dibuat singkat. Akhirnya, Woodbury & Page ditutup pada tahun 1908.

Walter Bentley Woodbury dan James Page dapat dianggap sebagai peletak tonggak pendokumentasian segala sesuatu di Hindia Belanda sehingga foto menjadi bagian dokumen kesejarahan bangsa dan negara Indonesia.

Jacobus Anthonie Messen, seorang kelahiran Utrecht Holland tanggal 6 Desember 1836 tiba di Padang pada tahun 1864. Ia mengiklankan diri sebagai fotografer di harian Sumatra Courant antara bulan Mei–Juni 1867. Antara bulan September–Desember 1867, Jacobus Anthonie Messen membuat iklan Atelier J.A. Messen di harian Java Bode Batavia. Namun, ia melelang semua hartanya dan meninggalkan Batavia pada tanggal 20 Desember 1867. Pada bulan Juni 1868–Juli 1869, Messen kembali mengiklankan diri sebagai fotografer di Sumatra Courant Padang. Ia kembali ke Belanda pada tanggal 24 Oktober 1870. Pada bulan Februari 1871, Jacobus Anthonie Messen mempersembahkan kompilasi karya fotonya selama enam tahun di Hindia Belanda kepada Raja Belanda Z.M. Willem III. Messen meninggal di negeri Belanda pada tahun 1885.

Dinas Topografi Hindia Belanda (Topgraphic Dienst) semula bernama Topographic Bureau, yang merupakan bagian dari Netherlands Indies Topographic Bureau. Dinas Topografi menjadi dinas independen di bagian umum Angkatan Perang Hindia Belanda  pada  tanggal  7 April 1874.  Pada saat itu, Dinas Topografi sudah mempunyai studio foto sendiri dan melakukan pemotretan antara tahun 1860-an–1880-an. Objek yang dipotret kebanyakan berupa bangunan, monumen, bentang alam, dan suasana jalan. Mereka tidak memotret orang. Pada tahun 1907, Dinas Topografi dimasukkan ke dalam Departemen Peperangan.

Kassian Cephas (1844–1912) adalah fotografer pribumi pertama yang membuat foto-foto 160 panel relief Karmawibhangga di tingkat pertama Candi Borobudur (1890). Karya yang menjadikan dirinya terkenal itu dibuat atas perintah Archaeologische Vereeniging (perkumpulan arkeologi swasta) yang diketuai Ir. J.W. Ijzerman, sebelum relief itu dikubur kembali hingga sekarang.

Kassian Cephas adalah putra Jawa tulen kelahiran 15 Februari 1844 dan ia diberi nama Kassian. Sejak kecil, ia telah diangkat anak oleh pasangan suami isteri Adrianus Schalk dan Eta Philipina Kreeft yang tinggal di Yogyakarta. Pada tahun 1860 Kassian menerima nama baptis Cephas. Temuan foto tertua karya Kassian Cephas adalah buatan tahun 1875. Pada saat itu, Kassian Cephas bertindak sebagai fotografer keraton dan kesultanan.

Nama Kassian Cephas semakin terkenal sejak foto-foto karyanya menjadi ilustrasi buku-buku karya dr. Isaäc Groneman (dokter yang merawat Franz Wilhelm Junghuhn dan Sinuhun Sultan Yogyakarta). Kassian Cephas meninggal di Yogyakarta pada tanggal 2 Desember 1912.

Terbit Versi Digital: KITAB SUCI TAURAT - Terjemahan Bahasa Indonesia


KITAB SUCI TAURAT - Terjemahan Bahasa Indonesia (digital)
Paguyuban Pelestari Terjemahan 1912
(10,5 x 15,5) cm; 872 hlm;  2014
ISBN: 978-602-14372-4-7


 Disediakan di:
  Disediakan pula edisi cetaknya, ISBN 978-602-96769-0-7
Terbitan Khusus 

Rp 45.000


 Kitab Suci Taurat ini merupakan pemutakhiran suatu terjemahan dalam bahasa Melayu bertarikh 1912. Sebagai Kitab Suci, terjemahan ini disertai pula teks aslinya yang berbahasa Ibrani.


Kebijakan Nabi Yusuf Mengatasi Krisis Pangan

13Suatu waktu, tidak ada lagi makanan di seluruh negeri itu karena begitu hebatnya bencana kelaparan yang terjadi. Tanah Mesir dan Tanah Kanaan merana karena bencana kelaparan itu. 14Yusuf mengumpulkan seluruh uang yang ada di Tanah Mesir serta Kanaan, yaitu uang yang dibayarkan orang-orang untuk membeli gandum, lalu dibawanya uang itu ke istana Firaun. 15Setelah uang di Tanah Mesir serta Tanah Kanaan habis, semua orang Mesir pun datang kepada Yusuf dan berkata, “Berilah kami makanan. Mengapa kami harus mati di hadapan Tuan? Uang kami sudah habis!” 
16Jawab Yusuf, “Jika uangmu habis, serahkanlah ternakmu, maka aku akan memberikan kepadamu makanan sebagai ganti ternakmu.” 17Lalu mereka membawa ternak mereka kepada Yusuf, dan Yusuf memberikan kepada mereka makanan sebagai ganti kuda, kambing domba, sapi, serta keledai mereka. Pada tahun itu ia menunjang makanan mereka sebagai ganti semua ternak mereka.
 
18Setelah tahun itu berakhir, mereka datang lagi kepada Yusuf pada tahun kedua dan berkata, “Tidak dapat kami sembunyikan dari Tuanku bahwa uang kami sudah habis dan bahwa hewan ternak kami sudah menjadi milik Tuanku. Tidak ada lagi yang tersisa di hadapan Tuanku selain badan kami dan tanah kami. 19Mengapa kami dan juga tanah kami harus mati di depan mata Tuan? Belilah diri kami juga tanah kami sebagai ganti makanan. Biarlah kami dan tanah kami menjadi hamba Firaun. Berikanlah benih, supaya kami hidup dan tidak mati, dan supaya tanah tidak menjadi tandus.”
 
20Maka Yusuf membeli semua tanah di Mesir bagi Firaun, sebab orang Mesir menjual ladangnya masing-masing. Hal itu mereka lakukan karena begitu beratnya bencana kelaparan itu menimpa mereka. Dengan demikian negeri itu menjadi  milik  Firaun.  21Setelah  itu Yusuf memindahkan rakyat ke kota-kota di Mesir, dari ujung yang satu sampai ke ujung yang lain. 22Akan tetapi, ia tidak membeli tanah para imam karena para imam mempunyai jatah yang tetap dari Firaun, dan mereka makan dari jatah  tetap  yang  diberikan  Firaun kepada  mereka  itu.  Itulah  sebabnya mereka tidak menjual tanah mereka. 
23Kemudian Yusuf berkata kepada rakyat, “Pada hari ini aku telah membeli dirimu dan tanahmu bagi Firaun. Inilah benih untuk kamu tabur di tanah itu. 24Nanti, pada waktu musim menuai, kamu harus menyerahkan seperlima bagian kepada Firaun, sedangkan empat bagiannya menjadi milikmu. Pakailah itu untuk benih ladangmu, untuk makanan kamu dan mereka yang ada di rumahmu, serta makanan anak-anakmu.” 
25Jawab mereka, “Tuan sudah menyelamatkan hidup kami! Asal Tuanku berkenan, kami mau menjadi hamba Firaun.”  
 
26Maka Yusuf membuat suatu ketetapan perihal tanah di Mesir yang berlaku sampai sekarang ini, yaitu bahwa seperlima bagian dari hasil tanah menjadi milik Firaun. Hanya tanah para imamlah yang tidak menjadi milik Firaun.

Kamis, 14 Agustus 2014

BUKU TERABAS: KOTA KEZALIMAN - Suatu Hari Jumat di Yerusalem



KOTA KEZALIMAN – Suatu Hari Jumat di Yerusalem
M. Kamel Hussein
(13 x 21) cm; 304 hlm;  bookpaper; 2014
ISBN: 978-602- 97616-2-7
Rp 60.000

.................................

Demikianlah suatu hari sang gadis duduk dekat jendela, mengawasi kalau-kalau sang pemuda datang. Saat itu ia masih bergumul dengan hasratnya kepada sang pemuda. Sesekali ia menang atas hasratnya, tapi di kali-kali lain hasrat itu terlalu kuat baginya. Selama sejam ia akan memanjakan kerinduannya kepada sang pemuda, lalu berjuang keras berjam-jam untuk melupakan dia. Selagi dalam keadaan pikiran seperti ini, seorang pria terkemuka di tengah masyarakat datang sambil tertawa dengan nada mengejek. Ia bertepuk tangan dan menyatakan:

“Yah! Hari ini aku melihat suatu keajaiban yang tidak pernah kudengar sebelumnya. Kalau kita mujur terus seperti ini, aku hanya bisa berpikir bahwa kiamat sudah dekat. Tidakkah kamu tahu apa yang terjadi di Yerusalem hari ini? Seorang pria biasa, tanpa kuasa, kewenangan, atau pangkat, seorang pria yang tidak berminat kepada harta atau pengetahuan, masuk ke Yerusalem dengan mengendarai keledai. Keledai malang ini tertatih-tatih, sepertinya cukup untuk membuat penunggangnya terlempar dan untuk mematahkan lehernya sendiri. Pria itu memasuki kota, disertai kaum gembel Israil. Sebagian dari mereka mengenakan pakaian yang masih sangat berbau amis—sebab kebanyakan mereka adalah nelayan dari Galilea. Gerombolan orang malang yang bodoh, berpikiran lemah, dan miskin papa ini sukar kamu temukan tandingannya di Yerusalem.

Dengan cara rendahan seperti itu, sang pria memasuki kota kita sambil memegang cabang pohon zaitun, yang menandakan seruan perdamaiannya. Ia juga mengkhotbahkan bahwa manusia harus saling mengasihi dan bahwa harus ada kasih pula antara Allah dan manusia. Para pengikutnya berkata bahwa ia adalah nabi yang mengadakan mukjizat dan menyembuhkan orang sakit. Bahkan ia dikatakan membangkitkan orang mati. Dan ada macam-macam takhyul lain di antara orang-orang yang percaya kepadanya. Ia menyerukan suatu akidah baru dan agama istimewa bikinannya sendiri yang menempatkan orang miskin di atas orang kaya, orang bodoh di atas orang terpelajar, dan orang lemah di atas orang kuat. 

Kukira kegilaan pesan itu, dan kapasitas lemah penyiarnya, cukup untuk membuat orang menanggapinya dengan olok-olok dan hinaan belaka. Tapi aku sungguh tercengang mendapati orang sudi menerima pesan itu dan melihat keyakinan mereka kepada pria itu sewaktu mereka mengerumuninya. Namun, aku hanya berpikir bahwa orang bisa percaya kepadanya karena mereka sudah tidak punya harapan sukses apa pun dalam hidup.”

Sang gadis dari Magdala mulai bertanya-tanya tentang penyiar ajaran baru itu, tentang jati dirinya, khotbah-khotbahnya, dan para pengikutnya. Ia mendapati bahwa orang  yang menantang  warga Yerusalem  itu mengkhotbahkan kasih antar manusia dan kasih antara Allah dan manusia. Ia memaklumkan kerendahan hati sebagai sumber segala kebajikan, jalan menuju kemakmuran, dan cara meraih kebahagiaan abadi. Sang gadis mengetahui bahwa pria itu memaafkan pelanggaran dan mengampuni dosa. Ia pun sadar bahwa keselamatannya akan datang melalui pria itu, guru itu, yang mengabaikan orang kaya dan orang terpelajar dan menyembuhkan kesombongan manusia. Wajahnya berbinar oleh pikiran dalam jiwanya itu. 

Ia berdiri di kamarnya sebagai isyarat agar semua orang lain keluar dari situ. Setelah mereka keluar, ia menyelinap secara diam-diam dari rumah itu dan melarikan diri dengan satu pikiran saja di benaknya. Ia tidak mengenakan kerudung dan hanya berbalutkan pakaian tipis saja. Ia takut kehilangan waktu dan terlambat untuk saat pembebasan. Ia cemas kalau-kalau hal yang sangat diinginkan hatinya luput darinya. Sebagai wanita, ia tidak dalam keadaan yang pantas untuk berada di jalanan, tapi ia sama sekali tak peduli akan sekitarnya. Ia tidak mau ambil pusing tentang apa yang mungkin dikatakan orang tentang dia. Ditinggalkannya segala kekayaannya; buru-buru ditujunya tempat ia dapat menemukan pria itu. Ia telah membulatkan pikiran bahwa pria itu akan menjadi juruselamatnya.

Bukan perkara sulit untuk menemukan dia sebab banyak orang berkerumun di sekitarnya. Beberapa dari mereka hanya ingin bisa berkata bahwa mereka sudah pernah melihat dia. Orang-orang yang lain mencari kesembuhan dari penyakit mereka, tapi ada juga orang-orang yang mengikuti dia karena sungguh percaya kepadanya. Sang gadis mulai menerobos di tengah-tengah orang banyak. Berdasarkan penampilan dan busananya siapa pun bisa menilai bahwa ia bukan perempuan baik-baik. Orang menghindarinya sehingga membukakan jalan baginya, semacam koridor yang dihiasi lirikan jijik dan tatapan menghina. Tanpa memperhatikan mereka, ia maju dengan mantap ke arah pria itu.Tapi ia tidak dapat melihat wajahnya karena pria itu tidak menghadap ke arahnya. 

Lalu terjadilah bahwa pria itu disentuh seorang wanita atau orang lain dan tahu bahwa itu sentuhan orang beriman. Meskipun dikerumuni semua orang, ia hanya menanggapi mereka ketika wanita beriman ini menyentuhnya. Dia saja yang bisa mengenali sentuhan seorang beriman. Saat itu juga sang guru berpaling dan bertanya siapakah yang menyentuh dia. Begitu melihat wajahnya, sang gadis yang melarikan diri terpukau oleh sosoknya. Ia tahu bahwa kali ini harapan keselamatan tidak akan mengecewakannya. Dengan satu seruan ia menyatakan imannya kepadanya, keyakinannya bahwa dalam dialah ada kebebasannya. 

Pria itu memberinya tanda untuk mengikutinya. Banyak orang marah kepadanya karena, sebagai nabi yang diharapkan manusia, ia menerima orang seperti gadis itu. Ketika pria itu tahu bahwa mereka merasa jijik, ia mengucapkan kepada mereka perkataan yang mengesankan ini: “Gembala yang bijak memperhatikan domba yang hilang di antara kawanan dombanya. Ia bersuka hati ketika domba itu kembali kepadanya dan membiarkan domba-domba yang tidak tersesat.” Tapi banyak orang menganggap pernyataan itu tidak memadai untuk membenarkan perlakuan lembut dan sambutannya terhadap sang gadis yang jelas-jelas orang berdosa.

Khalayak membubarkan diri tapi sang gadis tetap berpaut kepada pria itu, lebih dekat dari bayangannya sendiri. Ia mengikuti pria itu masuk ke sebuah rumah. Ketika pria itu duduk, sang gadis mengambil tempat di kakinya. Ia membasuh kaki pria itu dengan air matanya lalu menyekanya dengan rambutnya. Ia mencium dan membelai kedua kaki itu dengan penuh kasih. Saat itu juga ia merasa bahwa ia disembuhkan dari segala penyakitnya. Cahaya dari sang nabi baru membanjiri jiwanya dan belas kasihan Allah merangkulnya hangat. Kesombongannya dibersihkan. Sesal, duka, dan cela lenyap darinya. Ia menemukan kebahagiaan sempurna yang sebelumnya selalu dianggapnya tak mungkin. 

Kesembuhannya menerbitkan air mata bahagia di matanya. Ia tak mempedulikan apa pun lagi selain iman baru ini. Ia memasukinya dengan segala suka hati, ketulusan, dan kekuatan yang bisa dikerahkannya. Sebelum dia, tak ada jiwa pernah dibersihkan seperti jiwanya. Tak pernah pula anugerah ilahi memenuhi suatu jiwa sampai berlimpah seperti jiwa perempuan muda berdosa ini. Oleh anugerah Allah ia menjadi orang suci; kesuciannya kelak menjadi terkenal.

...........................................


=========================================================================
Ini adalah cerita tentang Jumat Agung dan penyaliban Isa orang Nazaret. Cerita ini sudah sering dituturkan, dan zaman yang menjadikan peristiwa itu penting sudah didiskusikan lagi dan lagi di dunia kekristenan lewat tak terhitung ceramah dan tulisan. Dari sudut pandang itu, buku ini tidak menyumbangkan sesuatu yang luar biasa.
Namun, Dr. M. Kamel Hussein, pengarangnya, adalah seorang Muslim yang taat dan buku ini adalah buku pertama di dunia Islam yang membuat studi saksama tentang pokok iman Kristen. Kamel Hussein bukan saja seniman besar, tapi juga seorang berwawasan mendalam tentang tabiat manusia serta kekuatan-kekuatan yang berkuasa atas keberadaan kita secara individu dan dunia secara umum. Segala bahaya dan dosa dalam hidup dan zaman kita diungkapkan lewat pencerminan dalam tindakan para rasul, orang Yahudi, dan orang Rum. Buku ini merupakan seruan yang bersemangat dan peka agar manusia mendengar dan mematuhi suara hati nuraninya.
Pertemuan antara pemikiran Islam dan Kristen mungkin tampak mengherankan. Namun, di samping segala perbedaannya, ada kemiripan mendasar antara keduanya—lebih dari yang dilihat mata.
Versi asli buku ini (dalam bahasa Arab) telah mendapat Anugerah Negara untuk Literatur di Mesir. 

 Tersedia pula versi digitalnya di:

THE LIGHTNING - Book Two


SEBUAH NOVEL BERBAHASA INGGRIS

The Cronicles of The Dragron Brethren:
THE LIGHTNING - Book Two
Narendra Stanislaus Martosudarmo
(13,5 x 23) cm; 232hlm;  bookpaper; 2014
ISBN: 978-602-14732-5-2
Rp 80.000,00

Terbitan Terbatas
 
The Chronicles of the Dragon Brethren is a series of novels that I am currently writing. The characters in the novels are all dragons, and I am basing nearly all of them on my friends and peers from the school that I am currently studying.  I am the main character in the story. Because every one of my peers and friends have been so helpful and friendly towards me, I want to dedicate these novels to them by naming and basing the characters after each of them, and making them all dragons in my novels. 

There are seven different species of dragons in the novels and each and every one of my friends is portrayed as a dragon that shares the same personalities and appearances as them in real life. For example, if some of my friends are social, fast, and agile, their dragon is the Skyscale, a dragon that is speedy and alert on land or in air, and can shoot streams of wind from its mouth, as well as creating large gusts of wind by flapping its wings. If some of my friends are strong, courageous, and athletic, their dragon is the Flamefang, a large dragon that is fierce in battle, able to breathe copious amount of fire, and has the nasty habit of setting itself on fire to deter its enemies. Because I have quite a different personality than my friends, my dragon is the Thundertalon, the rarest and the fastest of all the dragons that has razor-sharp wings, a deadly roar, and the capability of shooting streams of lightning from its mouth. 

Like all main protagonists in many fantasy novels, I needed to have a love interest to add some romantic moments in the story. Because I see every girl in my grade as my sisters, I needed to find somebody outside my school to be my love interest. I do have numerous friends, some who are girls and are not at my school, but there is one girl in particular who has been very kind, helpful, and understanding towards me over the past few months. She and I have many things in common and I thought she could be my best friend in the first novel of the series, and later on will become my love interest in the novels that follow as our friendship grows into something that is much more powerful.

The story of how we met happened around 3 years ago. I was joining a youth camp at a resort, in the mountains of Bogor. The weather was mildly cool and the temperature of the air was cold, but much colder in the night. I was out sitting on a bench near the swimming pool looking for ideas and inspiration to write a novel and so far, it was not much of a success. Just when I was starting to run out of ideas, a female voice greeted me from behind. I turned around and I saw her for the very first time. She was around my age, a little shorter than me, with long, gleaming black hair, dark brown eyes, and a friendly smile. We introduced ourselves and she told me that our parents and older sisters were friends, so I immediately thought the two of us could be friends too. Since then, we spent a lot of time together around the resort. One night, I told her that I was looking for inspiration to write a novel. She then said that my story should be something about forming friendships, fighting enemies, and finding love, so that hopefully the book could become a best seller one day. I said to her that I’ve got great friends at my school, and I’ve learnt to stand up against those who have bossed me around and that I was on a sole quest to find the right girl for me. She then replied that sometimes love can be found in one of our closest friends. 

Within minutes I was struck with dozens of inspirations. I decided to write a novel that would contain friendship, action, mystery, comedy, and romance. She then added that the novel could be a part of a much bigger story, and that inspired me to write a series of novels. I was also inspired at the thought of the characters being my friends as dragons because dragons have fascinated me ever since I was a small kid. Since that night, I thanked her and owed her one big time, and she said no problem. When the holidays were about to end, she and I said our farewells, and I promised that I would dedicate my novel to her. That was the origin of the creation of ‘The Chronicles of the Dragon Brethren.’
 


Tersedia pula versi digitalnya di:


Jumat, 31 Januari 2014

KAYA, BERMODALKAN RP 500 RIBU - Aksi Teruji Sukses Bereksadana Saham

KAYA, BERMODALKAN RP 500 RIBU - Aksi Teruji Sukses Bereksadana Saham
Hadi Kusyanto
(14 x 21) cm; 116 hlm;  bookpaper; 2014
ISBN: 978-602-14372-3-0
Rp 35.000

Amazing! Sebuah buku provokatif yang mendorong kita untuk menjadi investor. Andakah orangnya????? Jika ya, sebuah langkah tepat bagi Anda sebelum berinvestasi adalah memiliki dan membaca buku yang sangat inspiratif serta mencerahkan  ini.
Aris - Tax Manager, Agung Concern

Membaca buku ini memotivasi saya untuk menjadi kaya. Buku ini sangat baik bagi kawula muda agar belajar menyisihkan uang saku per hari untuk dijadikan modal investasi seperti yang dijelaskan penulis.

Marten - Karyawan Swasta

Reksadana selama ini identik dengan bisnis orang kaya, ruwet, dan sulit dimengerti. Tetapi, dengan membaca buku yang dikemas dengan bahasa sehari-hari dan cukup sederhana ini kita dapat dengan mudah mengerti bagaimana berinvestasi yang baik melalui reksadana.

Buku ini juga mengajarkan kita untuk selalu memikirkan masa depan dengan cara yang tepat, dengan hitungan yang rasional. Secara umum, buku ini memberikan pencerahan kepada kita bahwa sudah saatnya uang yang bekerja untuk kita, bukan kita yang bekerja untuk uang.

Ferrul Rochman - Pengusaha

Dengan multitalenta yang dimilikinya, penulis buku ini menyadarkan pembaca bahwa siapa pun dapat keluar dari pengalaman yang tidak enak, yaitu kemiskinan, melalui pemahaman yang benar tentang bagaimana mengelola dana pribadi bahkan dari jumlah sekecil 500 ribu rupiah. Dengan menghargai hal yang kecil, maka hal yang besar dapat diraih.

HEARTLINES OF DENPASAR - Garis-garis Jantungnya Kota Denpasar


HEARTLINES OF DENPASAR - Garis-garis Jantungnya Kota Denpasar
Erland Sibuea
(25 x 20) cm; 272 hlm;  Akasia; 2013
Pakai jaket dan kotak buku
ISBN: 978-602-14372-0-9
Rp 700.000
Terbitan Istimewa,  400 eks dengan no. seri dan tanda tangan

Potret Imajinatif,
Rekaman Realitas Erland Sibuea
Tidak banyak orang mau bersusah-susah merekam hiruk-pikuknya  situasi  perkotaan dengan coretan garis membangun nilai artistik memakan waktu berhari-hari. Karena realitas ceprat-cepret dengan kamera yang super canggih mampu memberi jawaban sebaik-baiknya terhadap realitas, bahkan bisa dimainkan dengan sesuka hati. Kreativitas imajinatif  berperan menentukan kualitas hasil jebretannya, bahkan oleh pihak-pihak tertentu sering disalah gunakan dalam bidang tertentu untuk suatu kepentingan-kepentingan tertentu. Itu artinya realitas obyektif bisa dikaburkan oleh proses kreatif yang dipandang sebagai “seni berbasis teknologi”, atau bisa dikatakan sebagai “teknologi kreatif”. Semuanya itu merupakan jawaban terhadap “manual kreatif” diawali oleh nenek moyang kita sepanjang sejarah kehidupan manusia.

 Berbeda dengan Erland yang masih terhadap manual kreatif merekam dengan goresan-goresan lincahnya (sketsa) dari obyek-obyek aneka situasi, berbagai aktivitas pertokoan, suasana pasar, suasana macetnya lalu lintas, arena parkir dan lain sebagainya yang disajikan sebagai hasil kerja kreatifnya selama empat tahun terakhir (2009 hingga kini). Sketsa-sketsa Erland mengingatkan kita seperti apa yang dilakukan orang Belanda pada jaman penjajahannya di Indonesia. Arie Smit mendapat tugas oleh pemerintahnya untuk menggambar berbagai jenis tumbuh-tumbuhan di Indonesia yang dalam perjalanan karirnya akhirnya tinggal di Bali menjadi pelukis terkenal. Rekaman sketsa zaman perjuangan oleh Henk Ngantung memberikan sebagian jawaban realitas yang membangkitkan semangat patriotisme. Namun jauh sebelumnya goresan-goresan Raphael, Rembrandt, Leonardo Da Vinci dan lain-lainnya, telah menunjukkan kebolehan yang luar biasa bagi perkembangan seni rupa dunia. Akibat kebolehannya itu karya-karya seniman tersebut dijadikan acuan bagi perguruan tinggi seni rupa di seluruh dunia. Berbeda dengan sketsa-sketsa Widayat yang berlanggam “dekoramagis” dan Nyoman Gunarsa bergaya ekspresionis, yang membangun ciri kepelukisan masing-masing. Akankah apa yang dilakukan Erland dapat mengikuti keteladanan tokoh-tokoh tersebut di atas, barangkali kerja keras, komitmen, dan sang waktulah yang akan menentukan. Namun patut diacungi jempol bahwa Erland telah menempatkan dirinya pada posisi kreatif sketsa-sketsanya.  Pernyataan sikap seniman besar Pablo Picasso dalam menentukan sikap kesenimanannya  “saat saya telah menemukan sesuatu untuk diekspresikan, saya melakukannya tanpa memikirkan masa lalu dan masa depan”. Itu artinya Picasso pada saat mengekspresikan sesuatu yang menjadi interpenetrasi antar subyek dengan obyek menjadi kondisi jiwa yang penuh ekstasis yaitu memurnikan dirinya dalam ekspresi, membebaskan pikiran dari keterikatan masalah-masalah eksternal materialistis. Hal ini merupakan bentuk  interpretasi penuh kedalaman jiwa lebur menjadi sesuatu yang penuh sugesti (kualitas pengalaman estetis).

Membaca Teks;
Mendulang Nilai Estetis dan Mencari Makna

Membaca teks visual karya-karya sketsa Erland yang dikerjakan selama empat  tahun dari sekitar 162 lembar sketsa dan karya-karya sebelumnya memerlukan cara pembacaan secara holistik agar menemukan nilai dan makna teks visual. Sudah barang tentu dalam pembacaan unsur-unsur subyektif pembaca besar kemungkinannya, karena memang seni memiliki “keterikatan terhadap nilai”. 

Mudji Sutrisno: “Membaca adalah tugas menafsir”, jika budaya dibaca sebagai teks, dan kita adalah para penafsirnya, maka kemanakah arah ataupun tujuan pembacaan teks itu? Jawaban Mudji Sutrisno ke arah budaya hidup bersama lebih berkeadaban. Permasalahan yang dihadapi adalah “homogenisasi budaya”dimana dalam proses globalisasi dari kapitalisme konsumtif menghasilkan hilangnya keragaman budaya. Tetapi justru dalam dunia seni lahir keberagaman karya seni,  karya-karya sketsa merupakan “bibit” entahlah akan menjadi karya-karya lukisan yang menggetarkan apresian publiknya atau sketsa saja. Ketika dia berbicara sebagai sketsa, tentu pokok soal dari realitas yang dicerap dan kemudian diekspresikan menjadi realitas yang tidak seutuhnya, menjadi realitas imajinatif, ekspresif dan spontan. Namun karakteristik dan identitas obyek  masih dapat dikenali. Hal-hal seperti itulah yang dilakukan Erland dalam upaya membuka tabir rahasia dirinya dan dorongan bakat yang menggebu, yang mampu membalikkan arah jalur hidupnya dari sarjana teknik industri menjadi “penggores” yang potensial. Berbagai motivasi dan dorongan yang diikuti melalui gerak hatinya (inner power) mampu menggerakkan jiwa dan raganya siap berhari-hari menggoreskan pena menyalurkan pengalaman estetisnya. 

Realitasnya melalui karya-karya sketsanya dia terasa semakin nyaman dan bersemangat walaupun karya-karya sketsa saat ini belum banyak dilirik orang. Tumpukan karya-karyanya membuktikan semangat dan komitmennya sekaligus menjadi realitas atau fakta sosial yang bersifat alamiah yang tidak dapat diputarbalikkan dengan alasan-alasan teoritik. Pertimbangan ekonomi bagi Erland tidak serta merta mendominasi persoalan kreatif, tetapi ada sesuatu yang meletup dari dalam, bagaikan sebuah keharusan dan wajib diekspresikan. Dorongan itu menjadikan dirinya tergerak merekam berbagai sudut kota Denpasar di Jalan Gajah Mada, Museum Bali dari berbagai sudut pandang, hiruk pikuk pasar Badung dari berbagai arah, jalan Sulawesi, Patung Catur Muka dan lain sebagainya. Lahirnya karya-karya sketsa sebagai ekpresi budaya dan sekaligus merupakan artefak budaya pada saatnya nanti, akan memberi makna tertentu generasi pengemban sejarah kehidupan manusia.
 
Oleh karena demikian keberadaannya sebagai sebuah potret imaji subyektif terhadap realitas obyek yang menjadi gaya tariknya. Di situ berlaku nilai-nilai estetis yang diberi bentuk, motif maupun aksentuasi menghasilkan nilai artistik sebuah goresan. Sajian-sajian seperti menjadi  perjuangan  Erland yang sangat intensif dalam setiap karya sketsanya. Setiap suasana direkam melalui penataan obyek, gedung, keramaian orang-orang, mobil, sepeda motor, angkutan berkuda, di satu sisi pepohonan hadir sebagai elemen hias membantu melahirkan keseimbangan komposisi, yang memberi dampak kenikmatan mata memandang. Perspektif dimanfaatkan sebagai upaya menjawab realitas obyek mendekati realitas sesungguhnya. Obyek-obyek yang mengisi seluruh bidang gambarnya ditangkap secara cepat, takut kehilangan momen yang menarik perhatian. Walaupun semuanya itu tidak bisa lepas dari unsur-unsur rekayasa pribadinya. 

Akankah para apresian memiliki pengalaman estetis yang sama, menarik perhatian atau tidak menarik sama sekali terhadap persoalan kreatif yang disajikan? Persoalan itu merupakan dinamika proses pencerapan atau apresiasi. Melalui realitas baru yang disajikan, pada umumnya memunculkan kekagetan, keraguan, kegundahan yang pada akhirnya timbul pertanyaan untuk  direnungi dan dikaji. Ketika realitas baru yang selalu menjadi dambaan publik menjadi persoalan tersendiri bagi para kreator, mulai dari proses kreatif, membangun paradigma menjawab isu, mengantarkan publik  menyadari realitas baru (fisika dan metafisika). Salah satu tugas mulai para kreator yang patut dihargai. Ketika persoalan-persoalan itu mendapat respon baik dari masyarakat apresiannya, walaupun itu bukan saat karya itu diciptakan, bahkan  puluhan tahun ketika karya itu mulai dibicarakan seperti karya pematung Cokot di Bali.  Suatu renungan buat Erland “Akankah stabilitas proses berkarya, membuka ruang apresiasi menjadi komitmen hidupnya”, seperti Cokot, Affandi, Gunarsa atau seperti seniman besar lainnya. Semua hal itu ditentukan oleh energi dan waktu dan ruang dimana dia hidup. Walaupun jalan masih panjang namun Erland telah memposisikan dirinya lewat sketsa-sketsanya membangun apresiasi, membangun rasa halus menyentuh perasaan, memasuki nilai dan makna yang disiratkan didalamnya. 

Bagi para perupa yang berkiprah pada persoalan kreatif, imajinasi, lebih sensitif dan responsif terhadap persoalan itu. Apapun wujud yang lahir dari  proses kreatif adalah sah adanya dan bernilai estetis sebagai salah satu sifat keabadian  seni. Oleh karena demikian memelihara dan menghargai setiap bentuk pertumbuhan seni adalah “sebuah amanat” bagian dari “swadarmaning hidup” artinya; bagi yang hidup wajib menghargai kehidupan, karena di dunia ini tempatnya sesuatu itu tercipta, hidup dan berkembang.   Keberadaannya  berdaya hidup ketika digelarkan, didiskusikan, melalui dimensi-dimensi waktu dan keluasan apresiasi dan tanggung jawab. Ketika itulah seni terikat nilai dan terlibat pada persoalan, sosial, ekonomi, pendidikan,  politik, agama dan lain-lainnya serta memerankan dirinya sebagai “seni merangkul makna”.

I Ketut Murdana Budayawan Bali